Ronde
Bagaimana sebenarnya asal mula minuman yang banyak ditemui di wilayah sekitar Jogja dan Jawa Tengah ini? Merujuk keterangan laman Budaya Indonesia, wedang ronde sesungguhnya bermula dari minuman pendudung Tiongkok bernama Dongzhi atau Tangyuan. Minuman hangat ini bisa sampai ke Indonesia karena banyaknya pedagang China di masa lalu yang berdatangan ke daratan Nusantara. Mereka pun memperkenalkan minuman ini ke masyarakat. Tangyuan sesungguhnya memiliki kuah hangat dan manis saja, namun kemudian penduduk Indonesia kala itu mencampurkan jahe sebagai rempah khas untuk memperkaya rasa dari Tangyuan. Selain jahe, rasa manis di wedang jahe juga dibuat menggunakan gula merah atau gula jawa yang lagi-lagi itu merupakan kekayaan bumbu masak Tanah Air. Dari inovasi tersebut, terciptalah wedang ronde yang begitu kentara dengan kehangatan dan rasa manis wangi jahenya. Minuman ini sangat pas dikonsumsi pada malam hari, apalagi di tengah cuaca dingin. Nah, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim penghujan, wedang ronde pun bisa dijadikan kawan yang tepat untuk disantap di tengah suasana dingin hujan yang turun. Selain lebih sehat dari minuman boba, wedang ronde juga sangat mudah dibuat di rumah. Tidak memerlukan bahan yang rumit dan mahal. Cukup dengan tepung ketan, gula merah, kacang tanah, jahe, dan isian lain yang sifatnya opsional.
Di Indonesia bermacam jenis penyajian ronde
yang popular :
1. Sup kacang merah
2. Sup wijen hitam
3. Jahe dan gula batu
4. Jiuniang (酒釀; ketan terfermentasi), bunga sweet osmanthus
dan gula batu.
Lalu bagaimana sejarah Dongzhi / Tangyuan di Tiongkok
pada jaman?
Festival
Dongzhi (Hanzi : 冬至; Pinyin : Dōngzhì) atau perayaan musim dingin (bahasa inggris : winter solstice) adalah satu dari perayaan penting masyarakat Tionghoa yang
dirayakan pada siklus Dongzhi. Di daerah Kanton identik dengan nama ‘tongsui’
(糖水; tángshuǐ) yang secara harafiah berarti air gula atau sirup).
Orang Tiongkok membagi musim dalam satu tahun kedalam duapuluh
empat siklus, Dongzhi adalah siklus ke 22, dimulai pada saat matahari berada
pada posisi 270° dan berakhir pada posisi 285° yang biasanya jatuh pada tanggal
22 Desember kalender masehi.
Awal mula
perayaan ini berdasar pada filosofi Yin Yang,
keseimbangan dan harmoni dalam alam semesta. Setelah hari perayaan, maka siang
hari berangsur-angsur menjadi lebih panjang sehingga energi positif juga mulai
mengalir masuk. Ketika siklus Dongzhi dimulai, pancaran sinar matahari akan
terasa lebih lemah dan siang hari berlangsung lebih singkat.
Datangnya siklus Dongzhi ini oleh masyarakat
tiongkok dianggap sebagai hari terakhir masa panen dan dirayakan dengan reuni
keluarga pada malam hari yang lebih panjang dari biasanya sambil menyantap “tangyuan”
(汤圆) berwarna merah muda dan putih berkuah
manis sebagai lambang keutuhan keluarga dan datangnya rejeki bagi mereka.
Perayaan ronde
identik dengan ‘makan ronde’ atau ‘makan onde’ yang dibuat dari tepung
ketan yang dicampur sedikit air dan dibentuk menjadi bola-bola kecil, lalu
direbus dan disajikan dengan kuah manis. Tangyuan pertama kali direbus dalam
air kemudian disajikan dengan kuah sup.
Awal festival ini mulai dirayakan adalah pada
masa dinasti Han (206 SM-220 M) dan berlanjut hingga dinasti Tang dan Song
(tahun 618-1279). Bangsa Han memperingati awal musim dingin ini sebagai
Festival Musim Dingin dengan berbagai perayaan yang meriah. Hari pertama musim
dingin menjadi hari libur nasional.
Awal festival ini mulai dirayakan adalah pada
masa dinasti Han (206 SM-220 M) dan berlanjut hingga dinasti Tang dan Song
(tahun 618-1279). Bangsa Han memperingati awal musim dingin ini sebagai
Festival Musim Dingin dengan berbagai perayaan yang meriah. Hari pertama musim
dingin menjadi hari libur nasional.
Tangyuan ini ada yang tanpa isi, ada juga yang diisi kacang tanah tumbuk
atau selai kacang merah. Tangyuan dihidangkan bersama dengan kuah manis dalam
sebuah mangkuk.
Comments
Post a Comment