Asal - usul Hanacaraka dan maknanya
Asal-
Usul Hanacaraka
Hanacaraka ini ditemukan oleh Ajisaka penguasa Medang Kamulan
untuk mengenang kedua abdinya yang setia bernama Dora dan Sembada.
Suatu ketika ada Kerajaan bernama Medang Kamulan. Kerajaan
ini dipimpin raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang gemar makan manusia,
menarik banyak upeti, pokoknya menyengsarakan rakyat
Ajisaka yang saat itu yang adalah penduduk Pulau Majeti
bermaksud membunuh Raja tersebut untuk membebaskan rakyat dari penderitaan.
Ajisaka mengajak Dora untuk pergi bersamanya. Sebelum pergi
Ajisaka menitipkan Pusaka pada Sembada dan berpesan "Jangan berikan
siapapun membawa Pusaka ini kecuali Aku".
Singkat Cerita Ajisaka menang dalam pertempuran melawan Raja
Prabu Dewata Cengkar dan menjadi Raja yang bijaksana di Medang Kamulan.
Suatu ketika Ajisaka teringat akan Pusakanya dan mengutus
abdinya yang paling dipercaya yang bernama Dora untuk mengambil benda Pusakanya
yang saat itu masih dijaga oleh Sembada. Ajisaka berpesan pada Dora
"Jangan kembali tanpa membawa Pusaka tersebut"
Sembada tidak mau memberikan pusaka itu karena curiga Dora
akan mencuri Pusaka itu karena teringat pesan terakhir Ajisaka sebelum ke
Medhang Kamulan. Sudah tanggungjawab Sembada untuk menjaga Pusaka tersebut.
Sembada hanya akan memberikan Pusaka itu pada Ajisaka.
Dora yang merasa bertanggungjawab membawa Pusaka tersebut
pada Ajisaka. Mencurigai jangan-jangan Sembada telah mejual atau merusakkan
pusaka tersebut makanya tidak mau menyerahkan Pusaka itu.
Dora dan Sembasa bertarung sengit. Karena sama kuatnya mereka
berdua sama-sama meninggal
Ajisaka yang merasa Dora yang pergi mengambil pusaka terlalu
lama dan teringat pesannya ke Sembada dulu sebelum dia le Medhang kamulan.
Akhirnya menyusul dan mendapati kedua abdi setianya telah meninggal karena
beradu.
Akhirnya Ajisaka memakamkan keduanya dan menulis puisi
- Hanacaraka
: Ada 2 utusan
- Datasawala
: yang berbeda dan saling bertempur
- Padhajayanya
: sama kuatnya
- Magabathanga
: sama hancurnya
Arti
Hanacaraka
Arti Hanacaraka sendiri adalah
Hanacaraka terdiri dari 20 huruf yang berarti 20 jari manusia
juga
- Ha
: Hananing urip wening suci, adanya hidup adalah kehendak dari yang maha
Suci
- Na
: nur candra nur cahaya, warsitaning candara, pengharapan manusia hanya
selalu ke sinar ilahi
- Ca
: Cipta wening cipta mandulu cipta dadi, arah dan tujuan pada yang maha
tunggal
- Ra
: Rasaningsun, rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
- Ka
: Karsaniyung ngsun memayuhayuning bawana, hasrat diarahkan untuk
kesejahteraan alam
- Da
: Dumandining dzat kang tanpa winangenan, menerima hidup apa adanya
- Ta
: tatas tulus titis dan wibawa ketelitian dalam memandang hidup
- Sa
: Sifat ingsun membentuk kasih syaang seperti kasih Tuhan
- Wa
: Wujud hana tan kene kinira, ilmu manusia hanya terbatas namun
implikasinya bisa tanpa batas
- La
: Lir handaya paseban jati, mengalirkan hidup semata pada tuntunan ilahi
- Pa
: papan kang tanpa kiblat, hakekat Allah yang ada di segala arah
- Dha
: Duwur wekasane endek wiwitane, untuk bisa diatas tentu dimulai dari
dasar
- Ja
: Jumbuhing Kawula Gusti, selalu berusaha menyatu memahami kehendakNya
- Ya
: Yakin marang samubaring tumindak kang dumadi, yakin atas kodrat ilahi
- Nya
: Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki, memahami kodrat kehidupan tanpa
diajari
- Ma
: Madep mantep manembah miring ilahi, yakin & mantap dalam menyembah
ilahi
- Ga
: Guru sejati sing muruki, belajar pada guru nurani atau hati nurani
- Ba
: Bayu sejati kang andalani, menyelaraskan diri pada gerak alam
- Tha
: Tukul saka niat, sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
- Nga
: Ngracut busananing manungso, melepaskan egoisme pribadi manusia
Ada
juga yang mengartikannya
- Ha
: Hananira sejatine wahananing hyang, asalmu sesungguhnya karena kehendak
Tuhan
- Na
: Nadyan ora kasat-kasat pasti ana, walaupun tidak nampak tapi ada
- Ca
: Careming Hyang yekti tan ceta wineca Tuhan yang maha kuasa tidak dapat
ditebak/dinyatakan
- Ra
: Rasakan rakete lan angganira, rasakan dalam tubuhmu
- Ka
: kawruhana ywa kongsi kurang weweka, ketahui sampai kurang waspada
- Da
: Dadi sasar yen sira nora waspada, jadi kurang waspada
- Ta
: Tamatna prahaning hyang sung sasmita, Nyatakan Tuhan memberi
petunjuk
- Sa
: Sasmitane kang kongsi bisa karasa petunjuk sampai bisa merasakan
- Wa
: Waspadakna wewadi kang sira gawa Waspada rahasia yang kau bawa
- La
: Lalekno yen sira tumekang alis/sekarat, lupakan sampat sekaratul maut
menjelang ajal
- Pa
: Pati sasar tan wun manggya papa, mati yang salah menjadi susah
- Dha
: Dhasar beda lan kang wus kalis ing goda : Dasar berbeda pagi yang tidak
tergoda (sudah kaweruh/ makrifat)
- Ja
: Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja, tujuannya hanya tentram jiwanya
- Ya
: Yitnanana liyep luyuting pralaya angraculata yen pinuju sekarat,
at-tauhid atau khusuk waktu sakeratul maut)
- Nya
: Nyata sanya nyenyet labeting kadanyan, ternyata sepi hilang sifat dunia
- Ma
: Madyeng ngalam paruntunan aywa samar, dalam alam berzah ternyata samar
(goib)
- Ga
: Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwo arga (tujuan itu tidak
lain hanya satu
- Ba
: Bali Murba Misesa ing njero-jaba, kembali pulang menguasai lahir
batin
- Tha
Tukulane wido dorja tebah nista, tubuhnya benih menjauhkan aniaya
- Nga
: Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat, hati-hai menuju alan keduniawian
Rahasia
piwulang urip
1.
Ho : Hurip =>
hidup, tercipta awal kehidupan manusia yang terlahir di dunia.
2. No : Legeno =>
telanjang, polos ketika bayi yang baru lahir masih dalam keadaan suci lahir
batin.
3. Co : Cipto =>
nalar, setelah lahir dan berkembang mulai berkreasi mencari jati diri, mengenal
Tuhan, bertaqwa kepada-NYA dan mencari sesuatu yang berguna untuk kehidupannya.
4. Ro : Roso =>
perasaan, nurani sebagaimana mestinya hidup dengan nurani manusia bahkan dengan
naluri binatang atau makhluk lainnya.
5. Ko : Karyo =>
karya, bekerja dengan baik mencari rezeki yang halal adalah kewajiban dan
sebagian dari ibadah.
6. Do : Dodo =>
dada, hati yang suci adalah guru sejati.
7. To : Toto =>
menata, menyusun menentukan sebuah pilihan.
8. So : Soko =>
tiang penyangga, tumpuan hidup agar selalu tegar.
9. Wo : Weruh =>
melihat, bukan hanya dengan mata saja tetapi dengan akal dan nurani.
10. Lo : Laku =>
lelakon, kisah lika-liku kehidupan manusia.
11. Po : Podho =>
sama-adil, keseimbangan bersikap adil dan menghargai orang lain, karena derajat
manusia itu sama dihadapan Tuhan.
12. Dho : Dongo =>
doa, berdoa mengakui kekuasaan Tuhan dan hanya meminta kepada-NYA.
13. Jo : Joyo =>
jaya, keinginan menang dari setiap manusia dan ia memang berhak mendapat
kemenangan itu (tercapainya cita-cita).
14. Yo : Yogo =>
anak atau anak buah, menjadi seorang pemimpin yang bijaksana baik dalam
keluarga maupun kehidupan sosial.
15. Nyo : Nyawiji =>
bersatu, bersaudara mengasihi sesama dan tolong menolong.
16. Mo : Sukmo =>
sukma, ruh, nyawa dan ruhani.
17. Go : Rogo =>
raga, tubuh jasmaniah.
18. Bo : Buyut =>
tua/pikun, tua renta.
19. Tho : Bathang =>
jisin, mayat.
20. Ngo : Lungo =>
pergi, meninggal dunia untuk kembali pada-NYA.
Dan
bila kita mengamati setiap rangkaian aksaranya, maka terdapat pula makna
falsafahnya sendiri, yaitu:
1. Ha-Na-Ca-Ra-Ka
Ini berarti ada “utusan” yakni utusan hidup, berupa napas yang berkewajiban
menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada
yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah
Tuhan, manusia dan kewajiban manusia (sebagai ciptaan).
2. Da-Ta-Sa-Wa-La
Ini berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan “data (saatnya
dipanggil)” tidak boleh “sawala (mengelak)”, karena manusia dengan
segala atributnya harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan
kehendak Tuhan.
3. Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
Ini berarti menyatunya Dzat pemberi hidup (Ilahi) dengan yang diberi
hidup (makhluk). Maksudnya “padha (sama atau sesuai, jumbuh, cocok, tunggal
batin)” yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan.
Lalu “jaya”
itu menang, unggul secara sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan atau
sekedar menang atau menang tidak sportif.
4. Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
Ini berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa). Maksudnya manusia harus sumarah (pasrah, berserah diri) pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Hanacaraka dihubungkan dengan Awal
Kehidupan Manusia
Hanacaraka
: Ada dua utusan
Datasawala
: Bertemu dan saling bertentangan (ini pria dan wanita saling bertemu dan
beradu)
Podojoyonyo
: sama-sama kuatnya (sel telur dan sel sperma ini sama kuatnya. Kan sel sperma
yang terkuat saja yang bisa mencapai sel telur. Sel telurpun hanya yang paling
bagus aja yang bisa dibuahi).
Magabatanga
: Sama hancurnya (sel sperma dan sel telur melebur menjadi satu membentuk
morula = bakal janin)
Saat dihubungkan dengan Panca Mahabuta
Panca Mahabuta inipun juga ada dalam
makna hanacaraka
Ha : Tanah, Na : air, Ca : udara, Ra
: Api, Ka : Akasa
Panca Mahabuta ini bila dihubungkan
dengan Panca Indra adalah
Tanah : Indra penciuman, Air : Indra
pengecap, Udara : Indra peraba, Api : Indra penglihatan, Akasa : Indra
pendengar
Panca Mahabuta ini juga ada dalam
organ-organ manusia juga ada
- Tanah : Hidung, Tulang, kuku, daging, otot, gigi
- Cair : Mulut, darah, lemak, enzim, getah bening, ludah,
keringat, ginjal
- Api : Mata, suhu badan, semangat, warna tubuh, jantung
- Udara : kulit, indra peraba, paru, nafas, bau badan,
gas dalam tubuh, sendawa
- Akasa : telinga, rongga tubuh, tenggorokan, lubang
tubuh
Hanacaraka dihubungkan dengan fiksi, mitologis,
simbolik historis
Wacana(teks) aksara Jawa selain memiliki makna fiksi, mitologis, simbolik, historis, juga filosofis sufistis dengan fungsi-fungsi literer, estetik, dan budaya tadi. Sistem beberanke aksaraan Jawa telah membangun sebuah wacana fiksi mitologis yang secara simbolis memiliki nilai historis pula yaitu mengenai tokoh fiksi historis Dora dan Sembada sebagai caraka (utusan pengikut setia) AjiSaka. Hal itu sebagai rekaman proses pembudayaan manusia tanah Jawa yang semula kasar,sebagai raksasa Dewata cengkar di negeri Medangkamulan oleh intervensi budaya India kepulau Jawa. Makna simbolis filosofis ,dan sufistisnya antara lain terekam dalam seloka berupa symbol pengawak(sosok) Semar, dengan intonasi naratif-dramatik :
·
Ha-na-ca-ra-ka: hananing cipta rasa karsa (motif
kepala tokoh Semar lengkap)
·
Da-ta-sa-wa-la: datan salah wahyaning lampah
(perut, bahu, dan tapak kaki)
·
Pa-dha-ja-ya-nya: padhang jagade yen nyumurupana
(tangan dan punggung)
·
Ma-ga-ba-tha-nga: marang gambaraning bathara
ngaton (pantat)
Pesan filosofisnya ialah bahwa manusia hidup yang dilengkapi dengan cipta, rasa,dan karsa itu adalah kodrati; tidak menyimpang dari laku jantra kehidupan (pantarei); dana kan mendapat pencerahan jiwa dalam hidup bila tahu dan mengenal hakikat; terhadap refleksi manifestasi Tuhan (ilahiah) dalam alam semesta sebagai realita ciptaanNya. Filosofi sufistisilahiah(kebatharaan) mengenai asal-usul manusia, tugashidup, dan tujuan hidup terumus dalam:
· Hanacaraka(hadir manusia sebagai utusan/khalifahTuhan),
· datasawala(selalu ada pertentangan antara jiwa yang suci dengan hawa nafsu),
· padhajayanya (keduanya bisasama-samakuat),
·
maga (akan berakhir dan ditentukan) lewat kematian
sebagai akhir dari potensi jasmani (bathanga=menjadi bangkai).
Caraka bila dihubungkan dengan CiptA RAsa KArsa
Manusia adalah makhluk
yang mempunyai Cipta Rasa Karsa
Pikiran adalah penggambaran,
penciptaan, sesuatu yang muncul dibenak kita, pelopor penciptaan.Perasaan/hati
adalah kekuatan yang menyelimuti, menyatukan setiap pikiran yang muncul, segala
sesuatu yang membawa kesan dan emosi tersendiri. Terakhir karsa atau kemauan
inilah penggerak agar cipta dan rasa terwujud. Ketiganya nggak bisa lepas dari
kehidupan. Ketiganya harus selaras dengan semesta agar terjadi Law of
Attraction yang kuat.
Saat punya keinginan. Keinginan itu
dipikirkan dan amati juga perasaan yang kuat dari keinginan itu maka bisa bum
terjadilah menurut kehendakmu
Begitu juga ketidakinginan. Misalnya
pikiran tentang kekurangan yang diimbangi perasaan iri pada orang lain yang
kita anggap lebih dan keinginan kita yang tanpa sengaja menjauhi kelebihan
orang itu maka akan semakin kekurangan.
Intinya apa yang kuat dipikiran
disertai oleh feel itu bakal terjadi di dunia nyata.
Cipta, rasa, karsa bisa juga
dikaitkan dengan angka 3,6,9 atau simbol segitiga, persegi, lingkaran.
Cipta bisa dikaitkan dengan
kreatifitas yang dilambangkan dengan angka 3 (segitiga). Kreatifitas adalah
pelopor. Rasa sering dikaitkan dengan harmoni dan keseimbangan dilambangkan
dengan 6 (persegi). Dan karsa penggerak untuk mencapai kesempurnaan bisa
dilambangkan dengan 9 (lingkaran).
Hanacaraka terbalik
Ngathabagama
: Pungkasaning tulis. Patuladhan uriping Manungso akhire sumendhe ing
Gusti.Nasib Manusia harus selalu bersandar pada Tuhan apapun yang terjadi
Nyayajadhapa
: Pakartining jalmo, kang isine mung kalih, olo becik, bener, luput, susah
bungah, apik olo tan nate pisah samubarang, wis ginaris ing pesthi. Manungso
mung sak dermo nglakoni. Sikap dan tindak manusia yang isinya dualitas tak
terpisahkan semua sudah digariskan, manusia sekedar menjalankan jangan khawatir
karena semua sudah diatur oleh Tuhan. Kalau tidak neko-neko manusia akan
menjalani hidup dengan mengalir, semua bakal selamat jangan terlalu sedih kalau
sengsara dan terlalu senang bila berjaya. semua harus berjalan dalam harmoni
kehidupan yang indah skenario Tuhan. Tumetesing kacuan, dadiyo
rerentenging kanugrahan : kekecewaan bisa jadi rangkaian kebahagiaan
Lawasatada
: Dadining wiji sinamadan dateng Gusti. Bapo biyung, mung kinaryo lantaran.
Manusia akan awal kehidupan dari orang tua. Jangan melupakan orang tua yang
telah membawanya ke dunia. Tapi ortu juga jangan terlalu menguasai anak karna
anak hanya titipan Tuhan. Ortu hanya boleh membesarkan anak, mencintai anak,
membimbing anak agar menjadi manusia yang berbudaya dan bermartabat dilakukan
dengan suasana yang mendukung turunnya rahmat ilahi.
Karacanaha
: Tuhu heneng, hening, haneng sunyaruri. Antuk rahmating Gusti, tumuruning
Nurjai. Winwengku ing mongso kolo. Keberkahan manunggaling Roh Ilahi, ambabar
jabang bayi. Semua dilakoni dalam suasana yang sabar saleh. Nerimo dalam
suasana spiritualitas yang sangat indah dalam jalur ikatan keilahian sehingga
menurunkan rahmat ilahi. Dan kapanpun mampu bersatu kembali dengan yang maha
suci. sambil memberi benih kehidupan yang baik
Caraka terbalik bisa sebagai penolak fitnah dan untuk mendatangkan kedamaian:
Ha, na, ca,
ra, ka, da, ta, sa, wa, la,pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga,
Sapa kang siya marang aku,sapa kang mitnah marang aku, iku kabeh diwalik dening
aksaranebathukku dewe.
Nga, tha, ba, ga, ma,nya, ya, ja, dha, pa,la, wa, sa, ta, da,ka, ra, ca, na, ha
Kama mentah mutu mati, sirullah rung
sapa gawe
siya marang aku, iku kabeh tinulak dening Nabi Sulaiman, wurung, wurung saking
ngarsaning Allah (Siapa yang berbuat aniaya kepada saya,siapa yang memfitnah
saya,itu semua dibalik oleh aksara dahiku sendiri.
Kama mentah keluar mati, sirollah rungsiapa berbuat aniaya kepada saya,siapa
berbuat celaka kepada saya,siapa berbuat fitnah kepada saya,itu semua ditangkal
oleh Nabi Sulaimanurung, urung dari kehendak Allah)
Dalam fungsi kemantraan tersebut, ada indicator kebahasaan yang sangat jelas menandakan
adanya unsure keyakinan Islam(sirullah=rahasia Allah).
Magabathanga. Maga = Marga/jalan. Batang / mati. Manusia kalau sudah kerep jalan dijalan batang (jalan kematian). Agar tidak bisa dipengaruhi lagi. Padhajayanya. Akan menjadi jaya semua. Dia akan jaya semua. Datasawala tidak ada konflik kepentingan. Saat itulah dia menjadi Hana (manusia) Caraka (utusan)
Bacaan
Carakan terbalik ini seseorang bisa memperoleh sesuatu dengan harus menerima
kebalikannya juga.
Cara
menerima hidup ini dengan cara
Sucikan
jiwa dan pikiran. Bisa puasa, meditasi dll
Keluarlah
di halaman berdiri melihat sunrise
berputar
searah jarum jam beralih ke tiga arah lainnya dengan membaca hanacaraka
terbalik
Kembali
menghadap sunrise sambil berdoa
Comments
Post a Comment