Lembu Suro
Legenda Lembu Suro merupakan salah satu cerita legenda
yang turun temurun diceritakan oleh masyarakat. Tentang seorang pemuda yang di
tipu dan dibunuh oleh seorang putri raja.
Kisah legenda Lembu Suro berawal dari sayembara
yang dilakukan Raja Brawijaya Kediri. Saat itu sang raja sangat gundah
karena di usia yang sudah mulai tua, putrinya yang bernama Putri Diah Ayu
Pusparini belum mempunyai seorang pendamping yang nantinya bisa menjadi pewaris
kerajaan. Karena sang putri selalu menolak pinangan raja raja ataupun para
bangsawan di tanah Jawa.
Setelah berbicara dengan putrinya, raja kemudian mengumumkan sayembara kepada
siapapun yang mampu meregangkan busur Kyai Garudayaksa dan mengangkat Gong Kyai
Sekardelima ia akan menjadi suami Putri Diah.
Sang putri berharap agar pemenang sayembara nantinya adalah seorang pemuda yang
gagah dan tampan.
Akhirnya sayembara diadakan dan diikuti oleh semua
orang baik itu raja, bangsawan dan pemuda. Semua peserta berlomba agar bisa
merenggangkan busur Kyai Garudayaksa dan mengangkat Gong Kyai Sekardelima. Agar
bisa mendapatkan sang putri raja.
Tidak ada satupun yang berhasil melakukan hal itu, sampai akhirnya saat
sayembara akan di tutup. Munculah seorang pemuda diantara kerumunan itu. Semua
orang heran dengan kondisi pemuda itu karena kepalanya yang mirip dengan seekor
kerbau. Pemuda tersebut bernama Lembu Suro.
Lembu Suro sebagai peserta terakhir dari sayembara
itu, akhirnya berhasil merenggangkan busur Kyai Garudayaksa dan mengangkat Gong
Kyai Sekardelima. Semua orang yang melihat itu bertepuk tangan. Tetapi tidak
dengan sang putri, yang malu jika dirinya disunting dengan seorang pemuda yang
mempunyai kepala seperti kerbau.
Raja juga sangat gelisah saat melihat pemenang
sayembara itu adalah Lembu Suro, namun dirinya juga tidak berani melarang
pemuda itu agar tidak ikut sayembara karena takut di cap sebagai raja yang
tidak adil.
Akhirnya Lembu Suro yang berhasil memenangkan
sayembara itu. Sebentar lagi akan mempersunting putri raja. Ditengah kegalauan
Putri Diah Ayu Pusparini, mengajukan syarat lagi kepada Lembu Suro sebelum
dirinya dinikahi. Lembu Suro diminta membuatkan sumur di puncak Gunung Kelud
karena dirinya ingin mandi dari air sumur tersebut. Syarat tersebut harus bisa
diselesaikan dalam satu malam.
Syarat yang diajukan oleh Putri Diah Ayu itupun
diterima oleh Lembu Suro. Dengan kesaktiannya dirinya menggali sumur di puncak
Gunung Kelud. Sampai akhirnya putri raja bingung saat Lembu Suro berhasil
membuatkan sumur diatas puncak Gunung Kelud itu.
Putri Dyah Ayu Pusparini meminta kepada ayahnya agar bisa
menggagalkan pernikahannya dengan Lembu Suro yang berkepala mirip kerbau itu.
Sebagai seorang raja, Brawijaya tidak mau untuk menarik janjinya saat
mengadakan sayembara. Namun, disisi lain putrinya meminta bantuan agar tidak
menikah dengan Lembu Suro.
Akhirnya, Raja Brawijaya dan Putri Dyah Ayu Pusparini bersama dengan
pengawal kerajaan mendatangi sumur yang digali oleh Lembu Suro di puncak Gunung
Kelud. Saat sampai di sumur buatan Lembu Suro. Putri Dyah meminta Lembu Suro
agar memeriksa air di bawah sumur yang akan digunakan berbau wangi atau tidak.
Lembu Suro pun akhirnya turun kedasar sumur yang
dalam itu untuk memeriksa air tersebut. Saat Lembu Suro berada di dasar sumur,
Raja Brawijaya memerintahkan kepada prajurit pengawalnya untuk segera menutup
sumur dengan batu dan tanah.
Baru besar dan kecil serta tanah digunakan menimbun
Lembu Suro yang berada didasar sumur. Baru dan tanah akhirnya menimbun Lembu
Suro. Melihat dirinya di tipu dan dikhianati oleh putri dan Raja Brawijaya,
sebelum mati, Lembu Suro mengucapkan sumpah yang terkenal sampai hari ini.
Bahwa Lembu Suro akan membalas dendam kepada Raja Brawijaya dengan mengatakan,
" Kediri dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung dadi kedung."
Artinya bahwa nanti Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi halaman dan
Tulungagung akan menjadi cekungan sungai.
Sampai saat ini apabila Gunung Kelud meletus, banyak masyarakat yang
mengatakan," Lembu Suro ngamuk, Lembu Suro ngamuk..! ".
Itulah legenda Lembu Suro yang sampai saat ini
masih diceritakan turun temurun, terutama masyarakat yang ada di Kabupaten
Blitar, Kediri dan Tulungagung.
Comments
Post a Comment