Ramayana
Kaikesi adalah putri Raja Detya yang bernama Sumali.
Sumali memperoleh anugrah dari Brahma sehingga mampu menaklukan para raja
dunia. Sumali berpesan kepada Kekasi agar ia
menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Di antara para resi, Kekasi memilih Wisrawa sebagai pasangannya.
Wisrawa memperingati Kekasi bahwa bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat
anak mereka menjadi jahat, tetapi Kekasi menerimanya meskipun diperingatkan
demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan kepribadian setengah brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir, Rahwana diberi nama
"Dasanana" atau "Dasagriwa", dan konon ia memiliki sepuluh
kepala. Beberapa alasan menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah
pantulan dari permata pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau
adapula yang menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah simbol bahwa
Rahwana memiliki kekuatan sepuluh tokoh tertentu.
Saat masih muda, Rahwana mengadakan tapa
memuja dewa selama bertahun-tahun. Karena berkenan dengan pemujaannya, Brahma
muncul dan mempersilakan Rahwana mengajukan permohonan. Mendapat kesempatan
tersebut, Rahwana memohon agar ia hidup abadi, tetapi permohonan tersebut
ditolak oleh Brahma. Sebagai gantinya, Rahwana memohon agar ia kebal terhadap
segala serangan dan selalu unggul di antara para dewa, makhluk surgawi, rakshasa, detya, danawa, segala naga dan makhluk buas. Karena menganggap
remeh manusia, ia tidak memohon agar unggul terhadap mereka. Mendengar
permohonan tersebut, Brahma mengabulkannya, dan menambahkan kepandaian
menggunakan senjata dewa dan ilmu sihir.
Setelah
memperoleh anugerah Brahma, Rahwana mencari kakeknya, Sumali, dan memintanya
kuasa untuk memimpin tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju Alengka. Alengka merupakan
kota yang permai, diciptakan oleh seorang arsitek para dewa bernama Wiswakarma untuk Kubera, Dewa kekayaan.
Kubera juga merupakan putra Wisrawa, dan bermurah hati untuk membagi segala
miliknya kepada anak-anak Kekasi. Namun Rahwana menuntut agar seluruh Alengka
menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan kekerasan. Wisrawa
menasihati Kubera agar memberikannya sebab sekarang Rahwana tak tertandingi.
Ketika Rahwana
merampas Alengka untuk memulai pemerintahannya, ia dipandang
sebagai pemimpin yang sukses dan murah hati. Alengka berkembang di bawah
pemerintahannya. Konon rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan
dari emas dan tidak ada kelaparan di kerajaan tersebut.
Setelah keberhasilannya di Alengka, Rahwana mendatangi Dewa Siwa di kediamannya di gunung Kailash. Tanpa disadari, Rahwana mencoba mencabut gunung tersebut dan memindahkannya. Siwa yang
merasa kesal dengan kesombongan Rahwana, menekan Kailasha dengan jari kakinya,
sehingga Rahwana tertindih pada waktu itu juga. Kemudian Gana datang untuk memberitahu Rahwana tentang
pada siapa ia harus bertobat. Lalu Rahwana menciptakan dan menyanyikan
lagu-lagu pujian kepada Siwa, dan konon ia melakukannya selama bertahun-tahun,
sampai Siwa membebaskannya dari hukuman. Terkesan dengan keberanian dan
kesetiaannya, Siwa memberinya kekuatan tambahan, khususnya pemberian hadiah
berupa Chandrahasa (pedang-bulan), pedang yang tak terkira
kuatnya. Selanjutnya Rahwana menjadi pemuja Siwa seumur hidup. Rahwana terkenal
dengan tarian pemujaannya kepada Siwa yang bernama "Shiva Tandava Stotra". Semenjak peristiwa tersebut ia memperoleh nama
"Rahwana", yang berarti "(Ia) yang raungannya dahsyat",
diberikan kepadanya oleh Siwa—konon bumi sempat berguncang saat Rahwana menangis
kesakitan karena ditindih gunung.
Dengan
kekuatan yang diperolehnya, Rahwana melakukan penyerangan untuk menaklukkan ras
manusia, makhluk jahat (asura–rakshasa–detya–danawa), dan makhluk surgawi. Setelah menaklukkan Patala (dunia
bawah tanah), ia mengangkat Ahirawan sebagai raja. Rahwana sendiri menguasai
ras asura di tiga dunia. Karena tidak mampu mengalahkan Wangsa Niwatakawaca dan
Kalakeya, ia menjalin persahabatan dengan mereka. Setelah menaklukkan para raja
dunia, ia mengadakan upacara yang layak dan dirinya diangkat sebagai Maharaja.
Oleh karena Kubera telah menghina
tindakan Rahwana yang kejam dan tamak, Rahwana mengerahkan pasukannya menyerbu
kediaman para dewa, dan menaklukkan banyak dewa. Lalu ia mencari Kubera dan
menyiksanya secara khusus. Dengan kekuatannya, ia menaklukkan banyak dewa,
makhluk surgawi, dan bangsa naga.
Rahwana
bertemu dengan wanita yang istimewa bernama Wedawati. Wedawati ini konon
katanya reinkarnasi dari Laksmi atau Dewi Sri (Istri Dewa Wisnu). Ayahanda
Wedawati menghendaki agar putrinya kelak menjadi mempelai Dewa Wisnu. Oleh karena itu ia menampik pinangan sekian banyak
raja perkasa dan warga kahyangan yang hendak memperistri putrinya. Murka
lantaran pinangannya ditampik, Raja Sambu pun membunuh kedua orang tua Wedawati
pada tengah malam buta tanpa sinar bulan.
Wedawati tetap
tinggal di asrama orang tuanya, bersemadi siang dan malam demi
mendapatkan kerelaan Dewa Wisnu menjadi suaminya.
Ramayana menggambarkannya mengenakan
pakaian yang terbuat dari kulit kijang hitam, rambutnya dikepang dan digelung jaṭā,
selayaknya seorang resi. Kecantikannya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata,
seorang anak dara yang sedang ranum, dan semuanya itu semakin cemerlang digilap
laku-tapanya. Rahwana bertemu dengan Wedawati yang sedang khusuk bersemedi dan
terpukau oleh kecantikannya yang luar biasa. Rahwana mengajukan pinangan dan
langsung ditolak. Rahwana mengolok-olok
kegigihan tapa dan pengabdian Wedawati pada Dewa Wisnu; karena terus-menerus
tidak digubris, Rahwana pun kesal dan menjambak rambut Wedawati. Perbuatan
Rahwana berhasil mengusik ketenangan batin Wedawati yang tanpa pikir panjang
segera memotong rambutnya yang dijambak Rahwana, sambil berkata akan melangkah
masuk ke dalam api di depan mata Rahwana, dan menambahkan, "Karena aku
telah dinista di dalam rimba oleh engkau yang berhati durjana, maka aku akan
terlahir kembali demi kebinasaanmu." Wedawati segera melangkah masuk ke
dalam kobaran api, dan bunga-bunga kahyangan pun berguguran, tertabur di
sekelilingnya.
Beberapa tahun kemudian Raja Janaka dari Kerajaan Mithila menemukan
seorang bayii yang diberi nama Sita (Shinta). Shinta ini merupakan jelmaan dari
Wedawati. menceritakan
bahwa Shinta bukan putri kandung Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja
melakukan upacara atau yadnya di suatu area ladang antara lain dengan cara
membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi
bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap sebagai
titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan.
Shinta
dibesarkan di istana Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana,
permaisurinya. Setelah usianya menginjak dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi
putrinya itu. Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat
anugerah Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Shinta pun tinggal bersama
suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala. Rama ini adalah reinkarnasi dari
Dewa Wisnu
ibu tiri Rama yang bernama Kaikeyi lebih
menginginkan putra kandungnya, yaitu Bharata yang menjadi
raja Ayodhya, bukan Rama. Kaikeyi pun mendesak Dasarata agar
membuang Rama ke hutan selama 14 tahun.
Dasarata yang
terikat sumpah terpaksa menuruti permintaan istri keduanya itu. sebagai putra
yang berbakti, Rama pun menjalani keputusan itu dengan ikhlas. Shinta yang
setia mengikuti perjalanan Rama, begitu pula adik Rama yang lahir dari ibu
lain, yaitu Laksmana. Ketiganya meninggalkan istana Ayodhya untuk memulai
hidup di dalam hutan.
Di dalam hutan
belantara dan pegunungan, Rama, Shinta, dan Laksmana banyak bergaul dengan para
pendeta dan brahmana sehingga menambah ilmu pengetahuan dan kepandaian mereka.
Rahwana adalah raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pasukannya yang bertugas di Janastana habis
ditumpas Rama karena mereka gemar mengganggu kaum brahmana.
Rahwana pun melakukan pembalasan ditemani pembantunya yang bernama Marica.
Mula-mula
Marica menyamar menjadi seekor kijang berbulu keemasan dan menampakkan diri di
depan pondok Rama. Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Shinta menjadi
tertarik dan ingin memilikinya. Karena terus didesak, Rama akhirnya mengejar
dan berusaha menangkapnya.
Tiba-tiba
terdengar suara jeritan Rama di kejauhan. Shinta pun menyuruh Laksmana untuk
menyusul suaminya itu. Namun Laksmana yakin kalau kijang tersebut adalah
jelmaan raksasa yang sekaligus meniru suara jeritan Rama. Shinta marah
mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu berkhianat dan memiliki
maksud kurang baik.
Laksmana
tersinggung mendengar tuduhan Shinta. Sebelum pergi, ia lebih dulu menciptakan
pagar gaib berupa garis pelindung yang mengelilingi pondok tempat Shinta
menunggu. Setelah kepergian Laksmana muncul seorang brahmana tua yang
kehausan dan minta diberi minum. Namun ia tidak dapat memasuki pondok karena
terhalang pagar gaib Laksmana.
Shinta yang
merasa kasihan mengulurkan tangannya untuk memberi minum sang brahmana tua.
Tiba-tiba brahmana itu menarik lengan Shinta dan membawanya kabur. Brahmana
tersebut tidak lain adalah samaran Rahwana. Ia menggendong tubuh Shinta dan
membawanya terbang di udara.
Suara tangisan
Shinta terdengar oleh seekor burung tua bernama Jatayu, yang bersahabat
dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu menyerang Rahwana namun ia
justru mengalami kekalahan dan terluka parah. Shinta tetap dibawa kabur oleh
Rahwana namun ia sempat menjatuhkan perhiasannya di tanah sebagai petunjuk
untuk Rama.
Sesampainya
di istana Kerajaan Alengka yang terletak di kota Trikuta, Shinta
pun ditawan di dalam sebuah taman yang sangat indah, bernama Taman Asoka. Di
sekelilingnya ditempatkan para raksasi yang bermuka buruk dan bersifat jahat
namun dungu. Selama ditawan di istana Alengka, Shinta selalu berdoa dan
berharap Rama datang menolongnya.
Di tempat lain
terdapat seorang Wanara bernama Hanoman (manusia kera). Hanoman lahir pada masa
atau zaman Tretayuga sebagai putra Anjani, seekor wanara wanita. Dahulu
Anjani sebetulnya merupakan bidadari, bernama
Punjikastala. Namun karena suatu kutukan, ia terlahir ke dunia sebagai wanara
wanita. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putra yang
merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari, seekor wanara perkasa.
Bersama dengan Kesari, Anjani melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia
menjelma sebagi putra mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan yang
dilakukan oleh Anjani dan Kesari, ia mengabulkan permohonan mereka dengan turun
ke dunia sebagai Hanoman.
Salah satu
versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa memuja Siwa, di tempat lain, Raja Dasarata melakukan Putrakama
Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia menerima beberapa
makanan untuk dibagikan kepada tiga istrinya, yang di kemudian hari melahirkan Rama, Laksmana, Bharata dan Satrugna. Atas kehendak
dewata, seekor burung merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya
di atas hutan di mana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa angin,
mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan Anjani. Anjani memakan
makanan tersebut, lalu lahirlah Hanoman.
Pada saat Hanoman masih kecil, ia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan, kemudian terbang ke
arahnya dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi cemas dengan
keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah Hanoman sehingga kera kecil itu
jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal itu, Dewa Bayu menjadi marah dan berdiam diri. Akibat
tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa pun memohon kepada
Dewa Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya
dan Hanoman diberi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma dan Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal
dari segala senjata, serta kematian akan datang hanya dengan kehendaknya
sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk yang abadi atau Ciranjiwin.
Pada saat melihat Rama dan Laksmana datang ke Kiskenda, Sugriwa merasa cemas. Ia berpikir bahwa mereka
adalah utusan Subali yang dikirim untuk membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa
memanggil prajurit andalannya, Hanoman, untuk menyelidiki maksud kedatangan dua
orang tersebut. Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar menjadi brahmana dan mendekati Rama dan Laksmana.
Saat bertemu dengan Rama dan Laksmana, Hanoman merasakan ketenangan. Ia tidak melihat
adanya tanda-tanda permusuhan dari kedua pemuda itu. Rama dan Laksmana juga terkesan
dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-cakap dengan bebas. Mereka
menceritakan riwayat hidupnya masing-masing. Rama juga menceritakan
keinginannya untuk menemui Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama dan
Laksmana, Hanoman kembali ke wujud asalnya dan mengantar Rama dan Laksmana
menemui Sugriwa
Dalam misi
membantu Rama mencari Shinta, Sugriwa mengutus
pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi untuk mencari
tanda-tanda keberadaan Shinta, dan membawanya ke hadapan Rama kalau mampu.
Pasukan wanara yang dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan, dan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan
berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota
yang berdiri megah di dalamnya. Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana,
kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang
sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud
perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba
yang sakti, Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah
pantai dalam sekejap.
Di pantai
tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa
yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu
bangkai hewan untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara
mengenai Sita dan kematian Jatayu, Sempati menjadi
sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya
terjadi. Jatayu adalah saudara sepupu Sempati. Anggada kemudian
menceritakan dengan panjang lebar kisahnya, seraya meminta bantuan Sempati.
Atas keterangan Sempati, para wanara menjadi tahu bahwa Sita ditawan di sebuah
istana yang terletak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja
raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima kasih setelah menerima
keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar dapat sampai di Alengka.
Karena
bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang
menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia
menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka
sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat.
Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian
kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan
buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan
mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, tetapi ia tidak
melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke
sana-kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana
ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sita.
Kemudian
Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana
gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita
dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, tetapi kecurigaan
Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman juga
menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang
bersamanya ke hadapan Rama, tetapi Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai
ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk
menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan
Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia
membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan
Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap oleh Indrajit, putra sulung
Rahwana sekaligus putra mahkota Kerajaan Alengka, dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu
melilit tubuh Hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa
menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra
bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, tetapi Hanoman belum bereaksi karena
menunggu saat yang tepat.
Karena
bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang
menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia
menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka
sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat.
Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian
kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan
buruk dengan senjata lengkap. Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan
mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, tetapi ia tidak
melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari,
ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat
wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sita.
Kemudian
Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana
gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita
dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, tetapi kecurigaan
Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman juga
menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang
bersamanya ke hadapan Rama, tetapi Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai
ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk
menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan
Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia
membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan
Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap oleh Indrajit, putra sulung
Rahwana sekaligus putra mahkota Kerajaan Alengka, dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu
melilit tubuh Hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa
menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra
bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, tetapi Hanoman belum bereaksi karena
menunggu saat yang tepat.
Dalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama, Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh
senjata Nagapasa yang sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak
tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman memotong gunung
tersebut dan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya
pulih kembali, Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan
rakshasa.
Saat akan bertarung dengan Rama, Rahwana
berkata pada Shinta "Baiklah Shinta kalau itu pintamu. Aku akan minta maaf
pada suamimu tapi dengan caraku, cara ksatria, yaitu berperang!"
Pada hari pertempuran terakhir, Rahwana
maju ke medan perang sendirian dengan menaiki kereta kencana yang ditarik
delapan ekor kuda terpilih. Ketika ia keluar dari Alengka, langit menjadi gelap
oleh gerhana matahari yang tak terduga. Beberapa orang berkata bahwa itu
merupakan pertanda buruk bagi Rahwana yang tidak menghiraukannya sama sekali.
Pertempuran terakhir antara Rama dengan Rahwana berlangsung dengan sengit.
Pada pertempuran itu, Rama menaiki kereta Indra dari sorga, yang dikemudikan oleh Matali.
Setiap Rama mengirimkan senjatanya untuk menghancurkan Rahwana, raksasa tersebut
selalu dapat bangkit kembali sehingga membuat Rama kewalahan. Untuk mengakhiri
riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata Brahmastra yang tidak biasa. Senjata tersebut menembus
dada Rahwana dan merenggut nyawanya seketika.
Setelah perang usai. Rama tidak begitu saja menerima kekasihnya. Karena telah disekap cukup
lama oleh Rahwana, Rama meragukan kesucian Shinta. Rama pun meminta Shinta untuk
membuktikan kesuciannya, dengan cara membakar raganya.
Kesucian
Shinta terbukti. Saat dibakar, tubuhnya tidak hangus. Malah, jilatan panas api
membuat wajah Shinta terlihat semakin cantik. Rama pun menerima kembali Shinta
sebagai kekasihnya.
Dalam cerita ini, Rahwana merupakan
tokoh antagonis dalam kisah Ramayana. Dalam Ramayana, Rahwana selalu
digambarkan dengan perwujudan angkara murka dan dosa-dosa manusia. Kelahirannya
disambut oleh goncangan bumi. Dewa-dewa berusaha mencegah kelahirannya.
Seperti
yang disebutkan di atas, takdir merupakan sesuatu yang para dewa tidak dapat
menyelaminya. Hal yang tak dapat diselami oleh akal rendah manusia, tak dapat
ditolak, hanya dapat dihadapi. Namun keserakahan manusia tak jarang ingin
mencegah datangnya itu.
Mengenai takdirnya, Prabu
Rahwana mengetahui kelak ia akan dibunuh oleh titisan dewa Wisnu, seorang raja
yang bernama `Rama `. Mengetahui ramalan tersebut ia tidak menolaknya, tidak
lantas dengan serakah memburu seorang yang bernama `Rama Wijaya` meski ia mempunyai
kekuatan untuk memburunya, mengingat penguasaannya pada ilmu para dewa. Bahkan
ketika mengetahui Shinta adalah istri dari Rama Wijaya seorang yang akan
mengakhiri hidupnya kelak. Ia tetap bergeming dan tetap memilih untuk
memuliakan Shinta. Malah Rama yang sebagai suami Shinta meragukan kesucian
Shinta dan membiarkan Shinta masuk ke dalam api demi membuktikan kesuciannya.
Prabu Rahwana
lebih mulia dibandingkan manusia. Meski ia adalah lambang dari dosa-dosa
manusia tapi ia lebih memilih menerima takdir. Hidup mati bukanlah masalah
baginya. Disebutkan bahwa bumi Alengka menangis ketika kematiannya
dikumandangkan.
Dikisahkan ia juga sempat ingin bunuh diri karena wujud dasamuka yang
membuatnya tersiksa. Namun para dewa mencegahnya, kehadiran Rahwana sebagai
perwujudan yang jahat telah menyeimbangkan bumi.
Tanpa ada Rahwana bumi tak akan ada keselarasan antara yang jahat dan yang baik.
Sampai akhirnya Rahwana menyetujuinya dengan syarat diberikan dewi Widowati
sebagai hadiah. Para dewa mengiyakan permintaannya. Sampai akhirnya Dewi
Widowati kelak akan menitiskan Dewi Shinta. Dan dari sanalah pergoncangan
sebenarnya terjadi
Comments
Post a Comment